Unit 731 Eksperimen Senjata Biologi Milik Jepang
Apa itu Unit 731? Dan mengapa bisa menjadi terkenal dengan cerita sadis kejam sehingga menjadi sejarah kelam negara Jepang? Simak ulasannya berikut. Unit 731 adalah suatu unit rahasia untuk pengembangan senjata biologi yang dimiliki Jepang pada tahun 1937-1945. Unit ini dipimpin oleh Jenderal Ishii Shiro dan berkantor pusat di pinggiran kota Harbin dan bercabang ke Manchuria. Organisasi Jepang ini merupakan suatu kompleks laboratorium besar yang terdiri dari 150 gedung dan 5 perkemahan satelit dengan 3.000 ilmuwan dan teknisi bekerja di dalamnya.
Kegiatan di Unit 731
Eksperimen senjata biologi
Shiro-ishii
Unit 731 melakukan eksperimen pembuatan senjata biologi dengan menginfeksi tawanan perang dengan pes, antraks, kolera, wabah demam berdarah, radang dingin (frostbite), dan bahkan penyakit menular seksual. Walaupun sulit untuk mengetahui jumlah korban yang meninggal, diperkirakan sekitar 10.000 tawanan meninggal dunia akibat eksperimen yang dilakukan Jepang ini. Para dokter yang bertugas di Unit 731 melakukan perbanyakan bakteri atau virus patogen pada organ tubuh manusia kemudian menyebarkannya ke warga desa sekitar ketika telah didapatkan jumlah patogen yang mencukupi. Organ tubuh tersebut didapatkan dari hasil pembedahan tubuh tawanan. Berbagai pembedahan bagian tubuh dilakukan untuk melihat efek dari suatu senjata biologi. Namun, pembedahan dan eksperimen yang dilakukan Jepang berlangsung dengan sadis, diantaranya adalah transfusi darah binatang ke manusia, pemecahan bola mata, pemotongan anggota tubuh dan menyambungkannya kembali ke sisi yang berlawanan, hingga percobaan pada bayi dan anak kecil yang menyebabkan kematian.
Untuk melihat efek dari penyakit yang tidak dirawat, Jepang menginfeksi pria dan wanita dengan sifilis, membekukan manusia kemudian dicairkan kembali untuk mempelajari efek pembusukan daging, menempatkan manusia pada ruangan bertekanan tinggi, dan berbagai tindakan tidak manusiawi lainnya. Mayat-mayat korban yang telah diambil organ dalamnya kemudian dibuang dan dibakar dengan krematorium.
Sejarah Unit 731
Pada tahun 1932, Ishii Shiro mendirikan suatu Laboratorium Pencegahan Epidemik di sekolah medis militer Tokyo dan Unit Togo di desa Bei-inho, sebelah tenggara kota Harbin. Laboratorium ini sempat ditutup pada tahun 1934 karena 12 orang tawanan perang lari dari fasilitas tersebut dan pasukan gerilya Cina berhasil menyerang pasukan Ishii. Dua tahun kemudian, Unit Togo dibuka kembali dan berganti nama menjadi Departemen Pencegahan Epidemik Tentara Kwantung (Unit Ishii) dan pada tahun 1940 diubah kembali menjadi Departemen Pencegahan Epidemik dan Purifikasi Air (menjadi Unit 731 pada tahun 1941). Selain di Manchuria, militer Jepang juga memiliki cabang di Beijing (Unit 1855), Nanking (Unit 1644), Guangzhou (Unit 8604), dan Singapura (Unit 9420) dengan total 20.000 staf secara keseluruhan. Masing-masing cabang melakukan eksperimen biologi dan kimia yang telah dikembangkan oleh Unit 731.
Uji senjata di Unit 731
Selain digunakan untuk uji senjata biologi, para tawanan juga dimanfaatkan untuk uji senjata. Para tawanan diikat pada jarak tertentu, diposisikan dengan sudut berbeda kemudian dilempar dengan granat, penyembur api, maupun bahan peledak. Hal ini dilakukan untuk mengukur posisi dan kisaran terbaik untuk pelepasan senjata tersebut.
Akhir perjalanan Unit 731
Pada Agustus 1945, seluruh gedung dan peralatan Unit 731 dimusnahkan dan Jenderal Ishii Shiro pergi untuk mencari bantuan kepada Amerika. Dia menemui Jenderal McArthur untuk meminta imunitas bagi bagi staf Unit 731 dan menukarnya dengan pengetahuan Jepang dalam pengembangan senjata kimia dan biologi. Pada September 1947, Amerika sepakat untuk tidak menuntut Jepang terhadap kejahatan perang yang telah mereka lakukan. Beberapa personel medis Unit 731 masih dapat menduduki posisi penting di dalam masyarakat Jepang, contohnya Jenderal Masaji Kitano. Kitano adalah orang yang menunjuk Ishii Shiro untuk memimpin Unit 731. Dia tetap menjadi orang penting di Jepang karena menjadi direktur dari Green Cross Corporation, perusahaan ternama di Jepang yang memproduksi berbagai produk darah. Ishii Shiro meninggal pada usia 69 tahun karena kanker tenggorokan (laring).
Rumor Unit 731
Unit 731 adalah sebuah pusat riset biologi dan senjata kimia yang tersembunyi, dan dikembangkan oleh unit tentara Jepang yang melakukan eksperimen berbahaya terhadap manusia selama perang Sino kedua. Unit ini bertanggung jawab atas kejahatan perang paling sadis yang dilakukan oleh Jepang, unit 731 sendiri berada di Pingfang, sebuah distrik dari Harbin yang merupakan kota terbesar di Negara boneka Jepang di Manchukuo (utara China).
Unit ini dikenal sebagai Epidemic Prevention and Water Purification Department yang dibangun oleh polisi militer Kempeitai yang dikomandoi oleh kekaisaran Jepang. Unit 731 ini sendiri dikomandoi oleh Shiro Ishii, antara 3000 sampai 25.000 orang -600 setiap tahun- diberikan oleh Kampeitai, mereka terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak. Mereka semua mati dalam tindakan eksperimen terhadap manusia yang dilakukan di unit 731, jumlah ini belum termasuk dari unit lain yang juga melakukan eksperimen terhadap manusia.
Kebanyakan subyek penelitian adalah orang China, Korea, dan Mongolia. Sekitar 70% korban yang meninggal di unit ini adalah orang China dan 30% lainnya adalah orang Rusia. Unit 731 menjalankan sebuah kode rahasia yang disebut Maruta, dalam bahasa Jepang Maruta berarti gelonggongan kayu. Konteks itulah yang diterapkan pada korban eksperimen di unit 731, mereka menganggap subyek eksperimen tersebut adalah gelonggongan kayu. Nama itu juga berasal dari unit 731 yang sering disebut tempat pengolahan kayu oleh warga sekitar.
Para korban eksperimen ini terdiri dari para kriminal, para bandit, orang-orang yang anti Jepang, tahanan politik, atau orang-orang yang dituduh melakukan kegiatan pemberontakan. Mereka terdiri dari para bayi, orang tua, ibu hamil, dan anak-anak.
Salah satu bentuk eksperimen yang dilakukan di unit 731 adalah operasi pada manusia hidup tanpa pemberian anastesi, korban-korban eksperimen ini biasanya dikubur di dalam sel. Operasi terbuka dan besar-besaran dilakukan setelah para korban diberikan berbagai macam penyakit, dalam operasi ini organ para korban dikeluarkan satu per satu untuk melihat sampai seberapa besar efek dari penyakit yang diberikan.
Bagian tubuh seperti tangan dan kaki diamputasi untuk menganalisa pendarahan, sebagian tangan dan kaki itu kemudian dipasang kembali dalam keadaan terbalik. Tidak hanya itu, tangan dan kaki para korban dibekukan terlebih dahulu sebelum diamputasi. Dalam ini mereka mempelajari efek dari jaringan kulit mati yang tidak mendapatkan pertolongan.
Selain itu organ dalam perut para korban dikeluarkan kemudian dimasukan kembali.
Eksperimen lain yang dilakukan pada korban-korban di unit 731 satu adalah penyuntikan penyakit spilis dan gonorea kepada pria dan wanita dengan dalih bahwa suntikan itu adalah sebuah vaksin. Selain itu para tahanan juga kerap menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan oleh penjaga. Selain itu para tahanan juga kerap menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan oleh penjaga, wabah penyakit biasanya dijatuhkan ke target-target yang ditentukan bersamaan dengan bom, hasilnya andalah penyakit kolera dan antrax yang telah membunuh kurang lebih 400.000 warga china.
Yoshimura Hisato mengadakan sebuah penelitian di luar unit, ia membawa para tahanan ke luar dan mencelupkan bagian tangan dan kaki ke dalam air hingga membeku. Sebuah kesaksian mengatakan bahwa untuk menentukan apakah organ tersebut sudah beku atau belum dengan cara dipukul dengan batang kayu. Jika bersuara nyaring berarti organ tersebut sudah beku, setelah beku tangan dan kaki itu kemudian disemprotkan dengan air yang memiliki suhu yang berbeda. Variasi dari eksperime ini bahkan lebih sadis.
Kemudian sebuah eksperimen pada penyakit sepilis pun dilakukan, para dokter mengadakan kegiatan seks di bawah paksaan antara tahanan yang terinfeksi sepilis dengan yang tidak untuk menularkan penyakit tersebut.
Empat sampai lima petugas unit akan datang dengan pakaian serba putih dengan hanya sebuah lubang pada bagian mata dan mulut, petugas ini kemudian menyuntikan penyakit sepilis kepada tahanan dan membawanya ke sel untuk dipaksa berhubungan seksual dengan tahanan lain. Jika tahanan menolak maka akan dihukum tembak mati.
Para korban yang telah terinfeksi penyakit sepilis kemudian dibedah hidup-hidup dan tanpa anastesi untuk mengetahui perkembangan dari penyebaran penyakit tersebut di dalam tubuh mereka. Testimoni dari banyak penjaga mengatakan bahwa kebanyakan inang dari penyakit sepilis ini adalah wanita (bahkan mereka juga menerima penyuntikan paksa), para penjaga kemudian menyebut ‘roti isi selai’ untuk kemaluan wanita yang terinfeksi sepilis.
Kesaksian lain mengatakan bahwa banyak korban dari penelitian ini adalah wanita hamil asal china dan wanita dengan anak-anak asal Rusia. Para peneliti terus menganalisis penyebaran penyakit di antara tahanan, banyak juga anak-anak yang lahir di dalam unit dengan penyakit sepilis.
Para wanita ini tidak hanya diinjeksikan penyakit sepilis, tetapi juga dipaksa untuk hamil agar kelak jabang bayinya dapat digunakan untuk penelitian akan hipotesis penular vertical antara ibu dan si cabang bayi terhadap sejumlah penyakit termasuk sepilis. Meski pun tercatat banyak bayi yang lahir di dalam unit, tapi tidak satu pun tercatat selamat. Diindikasikan bahwa mereka mati selama masa kehamilan dan setelah dilahirkan.
Sementara para laki-laki sering digunakan untuk single study agar hasil dari penelitian mereka tidak dikacaukan dengan variable lain, berbeda dengan wanita yang sering menjadi subyek penelitian massive seperti eksperimen bacterial dan psychological, eksperimen seksual, dan korban dari kejahatan seksual.
Sebuah kesaksian sebuah anggota penjaga menjelaskan secara detil kondisi tersebut.
“pada suau hari ketika seorang dokter mengatakan bahwa Ia menginginkan sebuah jadwal eksperimen manusia, namun ia memiliki sedikit waktu luang. Ia kemudian mengambil kunci sel yang ditinggali oleh seorang perempuan Cina dan kemudian memperkosanya. Petugas yang lain kemudian mengambil kunci untuk membuka sel lain, ia menemukan seorang perempuan yang sudah pernah digunakan untuk eksperimen pembekuan. Jari-jari ditangannya hilang dan tulang belulangnya berwarna hitam karena jaringan-jaringan yang sudah mati. Petugas ini tetap memutuskan untuk memperkosa perempuan ini, tetapi kemudian ketika ia melihat organ seksual mereka sudah memborok dengan nanah yang terus mengalir ia memutuskan untuk membatalkan niatnya dan mengunci kembali sel itu dan pergi melakukan eksperimen.”
Para tahanan juga dijadikan subyek dari percobaan senjata perang, tahanan ini gunakan untuk melihat efek geranat dari jarak yang berbeda-beda. Mereka juga diikat ditiang untuk kemudian ditembaki oleh bom yang berisi bibit penyakit. Senjata kimia, dan ledakan bomb.
Meski pun perbuatannya sungguh kejam, Shiro Ishii dibebaskan dengan tebusan segala data penelitian yang ia punya. Karena penelitian dengan subyek manusia tidak akan mungkin dilakukan maka data hasil penelitian ini dianggap berharga.
rujukan :
https://id.wikipedia.org/wiki/Unit_731
http://ceritahoror.com/kisah-sadis-dari-unit-731/
https://www.google.co.id/search?q=unit+31&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwipua_2wdrKAhUBKXIKHYa4BjYQ_AUICCgC&biw=1280&bih=648#tbm=isch&q=unit+731&imgrc=lKhhsXFb4rNn8M%3A
Kegiatan di Unit 731
Eksperimen senjata biologi
Shiro-ishii
Unit 731 melakukan eksperimen pembuatan senjata biologi dengan menginfeksi tawanan perang dengan pes, antraks, kolera, wabah demam berdarah, radang dingin (frostbite), dan bahkan penyakit menular seksual. Walaupun sulit untuk mengetahui jumlah korban yang meninggal, diperkirakan sekitar 10.000 tawanan meninggal dunia akibat eksperimen yang dilakukan Jepang ini. Para dokter yang bertugas di Unit 731 melakukan perbanyakan bakteri atau virus patogen pada organ tubuh manusia kemudian menyebarkannya ke warga desa sekitar ketika telah didapatkan jumlah patogen yang mencukupi. Organ tubuh tersebut didapatkan dari hasil pembedahan tubuh tawanan. Berbagai pembedahan bagian tubuh dilakukan untuk melihat efek dari suatu senjata biologi. Namun, pembedahan dan eksperimen yang dilakukan Jepang berlangsung dengan sadis, diantaranya adalah transfusi darah binatang ke manusia, pemecahan bola mata, pemotongan anggota tubuh dan menyambungkannya kembali ke sisi yang berlawanan, hingga percobaan pada bayi dan anak kecil yang menyebabkan kematian.
Untuk melihat efek dari penyakit yang tidak dirawat, Jepang menginfeksi pria dan wanita dengan sifilis, membekukan manusia kemudian dicairkan kembali untuk mempelajari efek pembusukan daging, menempatkan manusia pada ruangan bertekanan tinggi, dan berbagai tindakan tidak manusiawi lainnya. Mayat-mayat korban yang telah diambil organ dalamnya kemudian dibuang dan dibakar dengan krematorium.
Sejarah Unit 731
Pada tahun 1932, Ishii Shiro mendirikan suatu Laboratorium Pencegahan Epidemik di sekolah medis militer Tokyo dan Unit Togo di desa Bei-inho, sebelah tenggara kota Harbin. Laboratorium ini sempat ditutup pada tahun 1934 karena 12 orang tawanan perang lari dari fasilitas tersebut dan pasukan gerilya Cina berhasil menyerang pasukan Ishii. Dua tahun kemudian, Unit Togo dibuka kembali dan berganti nama menjadi Departemen Pencegahan Epidemik Tentara Kwantung (Unit Ishii) dan pada tahun 1940 diubah kembali menjadi Departemen Pencegahan Epidemik dan Purifikasi Air (menjadi Unit 731 pada tahun 1941). Selain di Manchuria, militer Jepang juga memiliki cabang di Beijing (Unit 1855), Nanking (Unit 1644), Guangzhou (Unit 8604), dan Singapura (Unit 9420) dengan total 20.000 staf secara keseluruhan. Masing-masing cabang melakukan eksperimen biologi dan kimia yang telah dikembangkan oleh Unit 731.
Uji senjata di Unit 731
Selain digunakan untuk uji senjata biologi, para tawanan juga dimanfaatkan untuk uji senjata. Para tawanan diikat pada jarak tertentu, diposisikan dengan sudut berbeda kemudian dilempar dengan granat, penyembur api, maupun bahan peledak. Hal ini dilakukan untuk mengukur posisi dan kisaran terbaik untuk pelepasan senjata tersebut.
Akhir perjalanan Unit 731
Pada Agustus 1945, seluruh gedung dan peralatan Unit 731 dimusnahkan dan Jenderal Ishii Shiro pergi untuk mencari bantuan kepada Amerika. Dia menemui Jenderal McArthur untuk meminta imunitas bagi bagi staf Unit 731 dan menukarnya dengan pengetahuan Jepang dalam pengembangan senjata kimia dan biologi. Pada September 1947, Amerika sepakat untuk tidak menuntut Jepang terhadap kejahatan perang yang telah mereka lakukan. Beberapa personel medis Unit 731 masih dapat menduduki posisi penting di dalam masyarakat Jepang, contohnya Jenderal Masaji Kitano. Kitano adalah orang yang menunjuk Ishii Shiro untuk memimpin Unit 731. Dia tetap menjadi orang penting di Jepang karena menjadi direktur dari Green Cross Corporation, perusahaan ternama di Jepang yang memproduksi berbagai produk darah. Ishii Shiro meninggal pada usia 69 tahun karena kanker tenggorokan (laring).
Rumor Unit 731
Unit 731 adalah sebuah pusat riset biologi dan senjata kimia yang tersembunyi, dan dikembangkan oleh unit tentara Jepang yang melakukan eksperimen berbahaya terhadap manusia selama perang Sino kedua. Unit ini bertanggung jawab atas kejahatan perang paling sadis yang dilakukan oleh Jepang, unit 731 sendiri berada di Pingfang, sebuah distrik dari Harbin yang merupakan kota terbesar di Negara boneka Jepang di Manchukuo (utara China).
Unit ini dikenal sebagai Epidemic Prevention and Water Purification Department yang dibangun oleh polisi militer Kempeitai yang dikomandoi oleh kekaisaran Jepang. Unit 731 ini sendiri dikomandoi oleh Shiro Ishii, antara 3000 sampai 25.000 orang -600 setiap tahun- diberikan oleh Kampeitai, mereka terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak. Mereka semua mati dalam tindakan eksperimen terhadap manusia yang dilakukan di unit 731, jumlah ini belum termasuk dari unit lain yang juga melakukan eksperimen terhadap manusia.
Kebanyakan subyek penelitian adalah orang China, Korea, dan Mongolia. Sekitar 70% korban yang meninggal di unit ini adalah orang China dan 30% lainnya adalah orang Rusia. Unit 731 menjalankan sebuah kode rahasia yang disebut Maruta, dalam bahasa Jepang Maruta berarti gelonggongan kayu. Konteks itulah yang diterapkan pada korban eksperimen di unit 731, mereka menganggap subyek eksperimen tersebut adalah gelonggongan kayu. Nama itu juga berasal dari unit 731 yang sering disebut tempat pengolahan kayu oleh warga sekitar.
Para korban eksperimen ini terdiri dari para kriminal, para bandit, orang-orang yang anti Jepang, tahanan politik, atau orang-orang yang dituduh melakukan kegiatan pemberontakan. Mereka terdiri dari para bayi, orang tua, ibu hamil, dan anak-anak.
Salah satu bentuk eksperimen yang dilakukan di unit 731 adalah operasi pada manusia hidup tanpa pemberian anastesi, korban-korban eksperimen ini biasanya dikubur di dalam sel. Operasi terbuka dan besar-besaran dilakukan setelah para korban diberikan berbagai macam penyakit, dalam operasi ini organ para korban dikeluarkan satu per satu untuk melihat sampai seberapa besar efek dari penyakit yang diberikan.
Bagian tubuh seperti tangan dan kaki diamputasi untuk menganalisa pendarahan, sebagian tangan dan kaki itu kemudian dipasang kembali dalam keadaan terbalik. Tidak hanya itu, tangan dan kaki para korban dibekukan terlebih dahulu sebelum diamputasi. Dalam ini mereka mempelajari efek dari jaringan kulit mati yang tidak mendapatkan pertolongan.
Selain itu organ dalam perut para korban dikeluarkan kemudian dimasukan kembali.
Eksperimen lain yang dilakukan pada korban-korban di unit 731 satu adalah penyuntikan penyakit spilis dan gonorea kepada pria dan wanita dengan dalih bahwa suntikan itu adalah sebuah vaksin. Selain itu para tahanan juga kerap menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan oleh penjaga. Selain itu para tahanan juga kerap menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan oleh penjaga, wabah penyakit biasanya dijatuhkan ke target-target yang ditentukan bersamaan dengan bom, hasilnya andalah penyakit kolera dan antrax yang telah membunuh kurang lebih 400.000 warga china.
Yoshimura Hisato mengadakan sebuah penelitian di luar unit, ia membawa para tahanan ke luar dan mencelupkan bagian tangan dan kaki ke dalam air hingga membeku. Sebuah kesaksian mengatakan bahwa untuk menentukan apakah organ tersebut sudah beku atau belum dengan cara dipukul dengan batang kayu. Jika bersuara nyaring berarti organ tersebut sudah beku, setelah beku tangan dan kaki itu kemudian disemprotkan dengan air yang memiliki suhu yang berbeda. Variasi dari eksperime ini bahkan lebih sadis.
Kemudian sebuah eksperimen pada penyakit sepilis pun dilakukan, para dokter mengadakan kegiatan seks di bawah paksaan antara tahanan yang terinfeksi sepilis dengan yang tidak untuk menularkan penyakit tersebut.
Empat sampai lima petugas unit akan datang dengan pakaian serba putih dengan hanya sebuah lubang pada bagian mata dan mulut, petugas ini kemudian menyuntikan penyakit sepilis kepada tahanan dan membawanya ke sel untuk dipaksa berhubungan seksual dengan tahanan lain. Jika tahanan menolak maka akan dihukum tembak mati.
Para korban yang telah terinfeksi penyakit sepilis kemudian dibedah hidup-hidup dan tanpa anastesi untuk mengetahui perkembangan dari penyebaran penyakit tersebut di dalam tubuh mereka. Testimoni dari banyak penjaga mengatakan bahwa kebanyakan inang dari penyakit sepilis ini adalah wanita (bahkan mereka juga menerima penyuntikan paksa), para penjaga kemudian menyebut ‘roti isi selai’ untuk kemaluan wanita yang terinfeksi sepilis.
Kesaksian lain mengatakan bahwa banyak korban dari penelitian ini adalah wanita hamil asal china dan wanita dengan anak-anak asal Rusia. Para peneliti terus menganalisis penyebaran penyakit di antara tahanan, banyak juga anak-anak yang lahir di dalam unit dengan penyakit sepilis.
Para wanita ini tidak hanya diinjeksikan penyakit sepilis, tetapi juga dipaksa untuk hamil agar kelak jabang bayinya dapat digunakan untuk penelitian akan hipotesis penular vertical antara ibu dan si cabang bayi terhadap sejumlah penyakit termasuk sepilis. Meski pun tercatat banyak bayi yang lahir di dalam unit, tapi tidak satu pun tercatat selamat. Diindikasikan bahwa mereka mati selama masa kehamilan dan setelah dilahirkan.
Sementara para laki-laki sering digunakan untuk single study agar hasil dari penelitian mereka tidak dikacaukan dengan variable lain, berbeda dengan wanita yang sering menjadi subyek penelitian massive seperti eksperimen bacterial dan psychological, eksperimen seksual, dan korban dari kejahatan seksual.
Sebuah kesaksian sebuah anggota penjaga menjelaskan secara detil kondisi tersebut.
“pada suau hari ketika seorang dokter mengatakan bahwa Ia menginginkan sebuah jadwal eksperimen manusia, namun ia memiliki sedikit waktu luang. Ia kemudian mengambil kunci sel yang ditinggali oleh seorang perempuan Cina dan kemudian memperkosanya. Petugas yang lain kemudian mengambil kunci untuk membuka sel lain, ia menemukan seorang perempuan yang sudah pernah digunakan untuk eksperimen pembekuan. Jari-jari ditangannya hilang dan tulang belulangnya berwarna hitam karena jaringan-jaringan yang sudah mati. Petugas ini tetap memutuskan untuk memperkosa perempuan ini, tetapi kemudian ketika ia melihat organ seksual mereka sudah memborok dengan nanah yang terus mengalir ia memutuskan untuk membatalkan niatnya dan mengunci kembali sel itu dan pergi melakukan eksperimen.”
Para tahanan juga dijadikan subyek dari percobaan senjata perang, tahanan ini gunakan untuk melihat efek geranat dari jarak yang berbeda-beda. Mereka juga diikat ditiang untuk kemudian ditembaki oleh bom yang berisi bibit penyakit. Senjata kimia, dan ledakan bomb.
Meski pun perbuatannya sungguh kejam, Shiro Ishii dibebaskan dengan tebusan segala data penelitian yang ia punya. Karena penelitian dengan subyek manusia tidak akan mungkin dilakukan maka data hasil penelitian ini dianggap berharga.
rujukan :
https://id.wikipedia.org/wiki/Unit_731
http://ceritahoror.com/kisah-sadis-dari-unit-731/
https://www.google.co.id/search?q=unit+31&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwipua_2wdrKAhUBKXIKHYa4BjYQ_AUICCgC&biw=1280&bih=648#tbm=isch&q=unit+731&imgrc=lKhhsXFb4rNn8M%3A
0 Comments
Terimakasih anda telah mengunjungi blog saya, Semoga Anda mendapatkan manfaat dan mohon tunjuk ajarnya dengan sopan