Jawab tuduhan FBI, China: Kami lebih memimpin dalam pengembangan vaksin Covid-19!
Sumber: Channelnewsasia.com,People's Daily | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BEIJING. China meradang. Penyebabnya apalagi kalau bukan soal tuduhan Amerika yang mengatakan bahwa peretas dan mata-mata asal China berusaha mencuri bahan penelitian dan pengembangan obat Covid-19 milik AS. Kementerian Luar Negeri China dan para ahli menegaskan, Tiongkok sebenarnya lebih memimpin dalam pengembangan vaksin.
Melansir The New York Times, FBI dan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS sedang bersiap untuk mengeluarkan peringatan bahwa peretas dan mata-mata China tengah berupaya untuk mencuri penelitian Amerika tentang pengembangan vaksin dan obat untuk virus corona.
Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Zhao Lijian dalam konferensi pers rutin pada hari Senin, China memimpin dalam riset dan pengembangan vaksin Covid-19 dan terapi lainnya.
Melansir People's Daily, dia membantah laporan yang tidak berdasar dan mengatakan segala upaya untuk mencoreng atau menjebak China tanpa bukti adalah perilaku tidak bermoral.
Tiongkok dengan tegas melindungi keamanan siber dan selalu menentang dan menindak segala bentuk serangan dunia maya, kata Zhao.
People's Daily juga menuliskan, saat ini, China tengah mengembangkan tiga vaksin tidak aktif dan satu rekombinan yang telah dimasukkan ke dalam uji klinis. Tiga di antaranya telah memasuki fase kedua uji klinis, termasuk vaksin tidak aktif yang dikembangkan oleh Sinovac Biotech, sebuah perusahaan yang berbasis di Beijing
Ketua Sinovac Yin Weidong mengatakan kepada media pada hari Minggu bahwa perusahaan akan memulai produksi percontohan kandidat vaksin COVID-19 yang tidak aktif pada bulan Juli.
Presiden AS Donald Trump mengatakan pada 3 Mei bahwa vaksin Covid-19 mungkin tersedia di AS pada akhir tahun 2020.
Para ahli China membantah tuduhan AS yang tidak berdasar, mencatat bahwa kedua negara memiliki jalur pengembangan yang berbeda. Menurut seorang ahli imunologi yang berbasis di Beijing yang meminta anonimitas, China lebih fokus pada pengembangan vaksin yang tidak aktif. Sementara AS sedang mengerjakan vaksin DNA dan RNA, yang berarti materi penelitian AS akan sedikit nilainya bagi China.
Para ahli mencatat, China telah secara terbuka berbagi informasi dan data tentang virus dan epidemi dengan dunia sejak wabah. Informasi yang dibagikan secara terbuka cukup untuk penelitian China, kata pakar.
China juga bekerja sama dengan mitra asing dalam pengembangan vaksin dan obat-obatan, termasuk AS, Inggris dan Jerman.
Tuduhan AS, meskipun tidak berdasar, telah mengingatkan perusahaan dan kelompok riset China untuk melindungi teknologi mereka, kata pakar itu.
Sementara itu, Lu Xiang, seorang peneliti pada studi AS di Akademi Ilmu Sosial Tiongkok di Beijing, mengatakan kepada Global Times, AS hanya bisa membahayakan mekanisme kerja sama yang ada dengan membuat tuduhan konyol terhadap China.
"China mampu sepenuhnya meneliti dan mengembangkan vaksin Covid-19 secara mandiri. Jika AS mengklaim China mencuri datanya, maka AS perlu membuktikan bahwa ia telah mencapai lebih banyak kemajuan daripada China. Jika tidak, mengapa Cina tertarik dengan penelitian itu?" kata Lu.
Sebelumnya, Kontan memberitakan, FBI dan ahli keamanan siber meyakini, para peretas China berusaha mencuri penelitian tentang pengembangan vaksin terhadap virus corona baru.
Wall Street Journal dan New York Times melaporkan seperti Channelnews.com lansir, FBI dan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS berencana untuk mengeluarkan peringatan tentang peretasan China tersebut.
Para peretas juga menargetkan informasi dan kekayaan intelektual tentang perawatan dan pengujian untuk virus corona. Kedua media itu menyebutkan, para pejabat AS menuduh para peretas itu terkait dengan Pemerintah China.
Peringatan resmi dari FBI dan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS akan keluar dalam beberapa hari, ketika pemerintah dan perusahaan swasta berlomba-lomba untuk mengembangkan vaksin virus corona.